
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menegaskan komitmen pemerintah untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara Nomor 144/PUU-XXIII/2025. Putusan bersejarah ini secara tegas KalselBabusalam.com melarang anggota kepolisian aktif menduduki jabatan sipil di luar lingkup kepolisian, sebuah langkah penting untuk memperjelas batas kewenangan dan profesionalisme institusi.
Meskipun pemerintah masih menunggu petikan resmi dari putusan yang menguji materi Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian ini, Prasetyo Hadi memastikan bahwa setiap keputusan Mahkamah akan dilaksanakan sepenuhnya. “Namanya keputusan MK, kan, final and binding,” ujar Prasetyo di Kompleks DPR pada Kamis, 13 November 2025, menggarisbawahi kekuatan hukum putusan tersebut yang bersifat mengikat dan tidak dapat diganggu gugat.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah Konstitusi menyoroti frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” yang termuat dalam Pasal 28 ayat (3) UU 2/2022. Frasa ini dinilai menimbulkan multitafsir, membuka celah yang berpotensi menyalahi prinsip dasar penempatan anggota kepolisian. MK kemudian mempertegas bahwa sesuai dengan ketentuan ini, anggota kepolisian hanya dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian setelah secara resmi mengundurkan diri atau memasuki masa pensiun dari dinas kepolisian.
Lebih lanjut, MK juga merujuk pada ketentuan Pasal 10 ayat (3) TAP MPR Nomor VII/MPR/2000. Ketentuan ini secara eksplisit mengatur bahwa anggota Polri yang berkeinginan menempati jabatan di luar kepolisian wajib mengundurkan diri atau pensiun. “Rumusan tersebut bersifat expressis verbis dan tidak memerlukan tafsir lain,” tegas MK dalam putusannya, menekankan kejelasan dan ketegasan norma tersebut yang tidak memerlukan interpretasi berbeda.
Namun, putusan ini tidak bulat sepenuhnya. Terdapat pertimbangan hukum berbeda yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Arsul Sani. Selain itu, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Guntur Hamzah juga menyampaikan pendapat berbeda. Keduanya berpendapat bahwa permohonan yang diajukan para pemohon lebih berkaitan dengan implementasi undang-undang, bukan konstitusionalitas norma itu sendiri. “Maka, permohonan para pemohon seharusnya ditolak karena tidak beralasan menurut hukum,” tulis mereka dalam pendapat berbeda, menunjukkan sudut pandang yang berbeda mengenai lingkup kewenangan MK dalam perkara tersebut.
Isu penempatan jabatan bagi perwira kepolisian ini semakin relevan mengingat catatan dari SETARA Institute. Sepanjang periode Juli-Oktober 2025, institusi tersebut mencatat adanya 43 perwira Polri yang naik pangkat menjadi perwira tinggi dalam tiga termin. Kenaikan pangkat secara masif ini, sayangnya, menimbulkan permasalahan struktural signifikan, yakni terjadinya penumpukan perwira tanpa diiringi ketersediaan pos jabatan yang memadai. Kondisi ini memperkuat urgensi putusan MK untuk menata kembali penempatan perwira Polri dan mencegah potensi masalah di masa depan.
Plihan Editor:
Basa-basi Pemecatan Polisi









