
KalselBabusalam.com – Drama mewarnai tim khusus investigasi kasus naturalisasi tujuh pemain keturunan Timnas Malaysia yang berujung sanksi dari FIFA. Seorang anggota tim dicopot karena terbukti memiliki konflik kepentingan, menambah rumitnya penyelidikan.
Babak baru investigasi yang dilakukan Komisi Integritas Badan Penegakan Hukum Malaysia (EAIC) terhadap dugaan naturalisasi palsu tujuh pemain keturunan ini memang belum membuahkan hasil konkret. Namun, dinamika internal tim investigasi justru mencuri perhatian.
Datuk Seri Yusof Ismail, sosok yang awalnya masuk dalam satuan tugas khusus ini, kini harus rela namanya dicoret. Ia dianggap sebagai “penyusup” di dalam tim investigasi. Keputusan ini diambil saat EAIC menggelar rapat pertama, di mana ditemukan adanya potensi konflik kepentingan yang bisa mengganggu jalannya penyelidikan.
Mengapa Yusof Ismail dianggap bermasalah? Ternyata, ia juga merupakan anggota Komite Investigasi Independen bentukan Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM). Posisi ganda ini dianggap bisa mengganggu independensi dan transparansi investigasi yang tengah berjalan.
EAIC sendiri telah sepakat untuk menggunakan kerangka acuan TOR (Terms of Reference) yang ketat. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa proses investigasi dilakukan secara transparan, independen, dan berintegritas. Mereka ingin memastikan tidak ada intervensi atau pengaruh yang bisa membelokkan hasil penyelidikan.
Tim khusus ini sebelumnya sesumbar mampu menyelesaikan investigasi kasus naturalisasi tujuh pemain Timnas Malaysia dalam waktu tiga bulan. Target ini tentu menjadi tantangan tersendiri, mengingat kompleksitas masalah dan potensi adanya pihak-pihak yang berusaha menghalangi.
Badan ini dibentuk dengan tujuan utama menyelidiki tuduhan bahwa FAM dan FIFA lalai dalam melakukan verifikasi dokumen tujuh pemain naturalisasi Malaysia. Investigasi ini diharapkan bisa mengungkap fakta sebenarnya di balik proses naturalisasi yang kontroversial ini.
Taktik Misterius Nepal Jadi Tantangan Pelatih Malaysia di Kualifikasi Piala Asia 2027
“Satuan Tugas EAIC akan mencermati aspek integritas, tata kelola, dan kepatuhan dalam pengelolaan dan verifikasi,” demikian pernyataan resmi dari EAIC yang dilansir dari KalselBabusalam.com.
“EAIC berkomitmen untuk menyelesaikan investigasi dalam waktu tiga bulan,” lanjut pernyataan tersebut, menegaskan keseriusan mereka dalam menangani kasus ini.
Investigasi tim khusus ini diharapkan dapat mengungkap mata rantai penting dalam sistem aplikasi kewarganegaraan. Selain itu, mereka juga akan mengklarifikasi peran otoritas terkait dan menilai apakah ada celah dalam manajemen naturalisasi pemain yang selama ini dimanfaatkan.
Dengan menyingkirkan ‘penyusup’ dari satuan khusus, EAIC berusaha meyakinkan publik bahwa semua pihak yang terlibat dalam tim ini bekerja secara transparan dan profesional.
Nantinya, temuan dan hasil investigasi akan dipublikasikan. Namun, pertanyaan besar tetap menghantui benak para pencinta sepak bola Malaysia. Mampukah tim khusus ini membongkar akar masalah dari skandal naturalisasi yang mencoreng nama baik sepak bola Malaysia?
FAM sendiri sebenarnya telah membawa kasus ini ke Pengadilan Arbitrase Olahraga Internasional (CAS). Namun, langkah ini tidak serta merta menyelesaikan masalah. Alih-alih memenangkan banding atas sanksi FIFA, sepak bola Malaysia justru terancam sanksi yang lebih berat.
Pakar Malaysia Sebut Kalah 0-11 dari Skuad Lapis Kedua Kroasia Tak Bisa Diterima
Sementara itu, dampak skandal ini mulai dirasakan oleh para pemain naturalisasi. Satu per satu dari mereka mulai kehilangan pekerjaan di klub masing-masing karena kontraknya diputus.
Dilansir dari KalselBabusalam.com, Imanol Machuca, Rodrigo Holgado, dan Gabriel Palmero tercatat sudah diputus kontrak oleh klub mereka akibat skandal ini.
Facundo Garces masih berusaha dipertahankan oleh Alaves, meskipun namanya sudah dicoret dari skuad musim ini. Masa depannya di klub Spanyol tersebut masih belum jelas.
Kelanjutan kasus naturalisasi palsu Malaysia ini akan sangat menarik untuk disimak. Akankah Malaysia mampu terhindar dari sanksi FIFA, atau justru harus menerima hukuman yang lebih berat dari sebelumnya? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.









