Mengawali agenda strategis di sektor energi, kumparan Green Initiative Conference 2025 resmi dibuka pada Rabu (17/9) di Hotel Borobudur Jakarta. Konferensi ini, yang informasinya turut disajikan oleh KalselBabusalam.com, secara ambisius mengangkat tema besar percepatan kemandirian energi bersih dan terjangkau sebagai fondasi utama kebangkitan industrialisasi Indonesia.

Sebagai acara tahunan yang diinisiasi oleh kumparan, konferensi ini berfungsi sebagai forum diskusi strategis yang mempertemukan berbagai pihak krusial: pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan komunitas. Melalui beragam sesi diskusi, urgensi percepatan transisi energi didorong sebagai langkah nyata untuk menjawab tantangan perubahan iklim global sekaligus memperkuat daya saing industri Indonesia di masa depan.

Dalam sambutannya, Pemimpin Redaksi kumparan, Arifin Asydhad, menegaskan bahwa kumparan Green Initiative Conference 2025 merupakan manifestasi nyata dari peran kumparan sebagai media arus utama dalam memacu agenda hijau nasional. “Green Initiative Conference tahun ini kami hadirkan sebagai kelanjutan dari komitmen kumparan untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam membangun masa depan yang berkelanjutan,” ujar Asydhad. Beliau menambahkan bahwa energi bersih telah menjadi kebutuhan dasar esensial bagi masa kini dan mendatang, sehingga semua pihak wajib mempersiapkan diri menghadapi transisi di tengah semakin menipisnya cadangan energi fosil. “Sebagai media, kami akan terus konsisten menyuarakan gerakan keberlanjutan,” lanjutnya, menandaskan komitmen jangka panjang.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, turut memberikan keynote speech yang inspiratif dalam konferensi ini. Airlangga menyampaikan bahwa keberlanjutan adalah agenda kolektif yang harus diperjuangkan oleh seluruh elemen bangsa. Ia menegaskan, akselerasi transisi energi akan menjadi momentum krusial untuk memperkuat ekonomi hijau Indonesia sekaligus menjaga daya saing nasional di tengah dinamika tantangan global. “Akselerasi transisi energi bukan hanya tentang ketahanan energi, tetapi juga tentang mendorong pertumbuhan sektor digital dan manufaktur yang hungry power, khususnya data center dan ekosistem AI,” papar Airlangga, menyoroti dimensi ekonomi yang lebih luas.

Dari perspektif yang berbeda namun saling berkaitan, transisi energi juga menemukan relevansinya pada pengelolaan sampah, yang dapat diubah menjadi sumber energi baru dan menjadi gerbang menuju ekonomi sirkular. Deputi Bidang Koordinasi Keterjangkauan dan Keamanan Pangan, Nani Hendiarti, dalam sesi keynote-nya, secara khusus menyoroti pengelolaan sampah sebagai titik masuk strategis dalam mendorong transisi energi hijau dan ekonomi sirkular di Indonesia. Nani menjelaskan bahwa pemerintah tengah menyederhanakan regulasi dan mekanisme investasi untuk mempercepat adopsi teknologi waste-to-energy berbasis insinerator ramah lingkungan. “Ada dua keyword-nya: sampah menjadi energi terbarukan dan menggunakan teknologi ramah lingkungan,” tegas Nani. Inisiatif ini tidak hanya dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada TPA konvensional, tetapi juga membuka jalan bagi penerapan ekonomi sirkular di tingkat daerah, menandai langkah nyata menuju sistem pengelolaan sampah nasional yang lebih hijau, efisien, dan terintegrasi.

Arah diskusi kemudian beralih pada sektor energi sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Panel kedua mengangkat bahasan mengenai peluang ambisius untuk mencapai target 100% listrik dari energi terbarukan 10 tahun lebih cepat, yakni pada tahun 2050 dari target semula tahun 2060. Sesi ini menghadirkan pembicara terkemuka seperti Dosen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Dr. Ir. Moch. Chaerul, ST., MT.; Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Dr. Ir. Mahawan Karuniasa; serta Rektor Universitas Multimedia Nusantara Ir. Andrey Andoko, M.Sc., Ph.D.

Panel diskusi kedua mengupas tuntas tantangan sekaligus peluang transisi energi Indonesia. Bahasan meliputi pemanfaatan potensi energi terbarukan yang melimpah, mencapai lebih dari 3.600 GW; urgensi pengembangan proyek geothermal; hingga terobosan waste-to-energy yang diyakini mampu mempercepat peralihan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis fosil. Para panelis menekankan bahwa percepatan transisi ini hanya dapat terwujud melalui sinkronisasi perencanaan nasional dan implementasi di tingkat daerah, sehingga investasi energi tidak hanya berdampak pada penurunan emisi, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi industri, pendidikan, dan komunitas lokal.

Meskipun demikian, Dr. Ir. Mahawan Karuniasa menguraikan bahwa target ambisius menuju 100% energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan perlu dilihat dengan kacamata realistis. “Dari 15% bauran saat ini, kita membutuhkan kenaikan rata-rata 8,5% per tahun, atau delapan kali lipat lebih besar dari capaian historis. Artinya, percepatan transisi energi harus direncanakan dengan hati-hati agar tidak menciptakan trade-off yang justru mengorbankan pertumbuhan ekonomi di tengah upaya menjaga keberlanjutan lingkungan,” jelasnya, memberikan perspektif yang berimbang.

Hari pertama kumparan Green Initiative Conference 2025 ditutup dengan sesi interaktif yang membuktikan pentingnya sinergi antara pemerintah, dunia usaha, komunitas, dan masyarakat dalam menjawab berbagai tantangan lingkungan. Dengan semangat kolaborasi yang kuat tersebut, konferensi ini diharapkan menjadi pendorong lahirnya berbagai inisiatif nyata bagi masa depan hijau Indonesia yang berkelanjutan.

Acara ini terselenggara berkat kolaborasi erat dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, ASTRA, Bakti Lingkungan Djarum Foundation, PT PLN (Persero), Blibli, Harita Nickel, Holding Industri Pertambangan Indonesia MIND ID, Bank Mandiri, Telkom Indonesia, Telkomsel, Pagatan Usaha Makmur, PT Alamtri Resource Indonesia, Pupuk Indonesia, dan Makmur Bersama Indonesia.

Komentar Ditutup! Anda tidak dapat mengirimkan komentar pada artikel ini.