KalselBabusalam.com, JAKARTA — Sejumlah saham besutan konglomerat terkemuka di Indonesia, seperti PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) dan PT DCI Indonesia Tbk. (DCII), telah menarik perhatian investor dengan status multibagger mereka tahun ini. Saham-saham ini berhasil mencetak lonjakan return yang berkali-kali lipat, memicu pertanyaan besar: apakah masih ada potensi pertumbuhan signifikan di masa depan bagi aset-aset berharga ini?

Fenomena saham multibagger, di mana harga saham melesat berkali-kali lipat, memang menjadi sorotan utama di pasar modal Indonesia. Deretan saham yang terafiliasi dengan kelompok usaha konglomerat telah membuktikan diri sebagai pendorong utama kenaikan tersebut.

Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) yang terkait dengan nama-nama besar seperti Toto Sugiri dan Anthoni Salim, telah menunjukkan performa luar biasa dengan melesat 550,59% sepanjang tahun berjalan (ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025 hingga Kamis (16/10/2025). Tidak kalah menawan, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) dari Grup Sinar Mas mencatatkan lonjakan harga saham sebesar 210,81% ytd. Sementara itu, PT Multipolar Technology Tbk. (MLPT) dari Grup Lippo milik keluarga Riady, meroket 694,59% ytd.

Dominasi konglomerat semakin terlihat dari kinerja saham PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) dan PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA), keduanya merupakan bagian dari kerajaan bisnis taipan Prajogo Pangestu. BRPT melonjak 327,17% ytd, dan CDIA bahkan mencatatkan kenaikan fantastis sebesar 926,32% ytd.

Lonjakan saham-saham multibagger dari konglomerat ini tidak hanya memberikan keuntungan besar bagi investornya, tetapi juga menjadi penopang utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menjelaskan bahwa IHSG tetap kokoh di zona hijau, menguat 14,76% ytd ke level 8.124,75 pada penutupan perdagangan Kamis (16/10/2025). Ia menambahkan, “Saham-saham penggerak valuasinya sudah mahal, dari saham-saham konglomerat Prajogo Pangestu, Sinarmas, hingga Salim. PE (price to earning) ratio sudah ratusan kali.”

Ke depan, Rully memperkirakan bahwa IHSG masih akan ditopang oleh saham-saham multibagger konglomerat ini. Hal ini disebabkan oleh kinerja sektor-sektor penopang tradisional seperti perbankan yang sedang lesu. Namun, ia juga mengingatkan bahwa saham-saham dengan valuasi setinggi ini cenderung sulit untuk diprediksi pergerakannya.

Meski demikian, Rully melihat adanya sentimen positif yang potensial untuk saham-saham besutan konglomerat ini, salah satunya adalah rebalancing indeks saham global Morgan Stanley Capital International (MSCI). Dalam rebalancing sebelumnya yang berlaku efektif 27 Agustus 2025, dua saham konglomerat, yakni DSSA dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN), berhasil masuk ke dalam MSCI Global Standard Index. MSCI dijadwalkan akan melakukan rebalancing selanjutnya pada November 2025.

Sukarno Alatas, Senior Equity Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyoroti beberapa faktor kunci di balik lonjakan multibagger saham-saham konglomerat seperti DCII, DSSA, BRPT, CDIA, hingga MLPT. Menurutnya, kesuksesan ini berkat transformasi bisnis yang sejalan dengan megatrend, dukungan modal yang kuat dari grup besar, serta katalis tematik seperti lonjakan harga komoditas dan peningkatan kebutuhan data center. Lebih lanjut, Sukarno, dilansir dari Bisnis, memprediksi bahwa prospek multibagger berikutnya kemungkinan besar akan berasal dari sektor ekonomi digital, energi terbarukan, dan hilirisasi mineral.

Di sisi lain, Angga Septianus, Community and Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), mengungkapkan bahwa pergerakan saham konglomerat yang mencapai status multibagger seringkali didorong oleh kepentingan strategis dari masing-masing pemegang saham pengendali. Oleh karena itu, bagi investor yang mencari peluang saham multibagger, Angga menyarankan untuk mencari saham-saham yang memiliki prospek pertumbuhan kinerja besar dan didukung oleh pengendali yang memiliki kepentingan jangka panjang, seperti upaya untuk masuk ke indeks tertentu.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Komentar Ditutup! Anda tidak dapat mengirimkan komentar pada artikel ini.