BANJARMASIN-KALSELBABUSALAM.COM: Kasus pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) yang berhasil diungkap Kejaksaan Agung menggemparkan publik. Kerugian yang ditimbulkan pun tidak main-main—lebih dari Rp193 triliun mengalir sia-sia akibat ulah mafia yang mengubah Pertalite menjadi Pertamax oplosan. Ketua Umum Forum Komunikasi Pemerhati Warga Kalimantan (FKPWK), Adv. Rahmad Fadillah, SH., menyoroti fenomena ini sebagai tamparan keras bagi tata kelola energi nasional.

“Ini sangat miris. Di tengah upaya negara menjaga kestabilan ekonomi, justru ada oknum-oknum yang secara sistematis merugikan keuangan negara dan masyarakat,” tegas Rahmad.

FKPWK memberikan apresiasi tinggi kepada Kejaksaan Agung yang telah menunjukkan keberanian luar biasa dalam membongkar kasus ini. Dengan ditetapkannya tujuh tersangka, langkah besar sudah diambil. Namun, Rahmad menilai pengusutan tidak boleh berhenti sampai di sini.

“Kami meyakini masih ada aktor-aktor besar di balik jaringan mafia ini yang belum tersentuh. Kejaksaan Agung harus terus mengembangkan penyelidikan agar semua pihak yang terlibat dapat diadili,” ujarnya pada jum’at (28/2)

Rahmad menegaskan bahwa perang melawan mafia BBM bukan hanya tugas penegak hukum semata. Pemerintah, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat luas juga harus ikut berperan dalam pengawasan. Ia menyerukan agar publik lebih waspada dan melaporkan dugaan praktik curang yang terjadi di lapangan.

“Kolaborasi semua pihak sangat penting. Pengawasan yang lebih ketat di setiap rantai distribusi BBM akan membantu mencegah praktik serupa terjadi di masa mendatang,” tambahnya.

Dalam konteks Kalimantan Selatan, FKPWK menyoroti peran PT Pertamina Patra Niaga sebagai operator utama distribusi BBM. Rahmad berharap perusahaan tersebut meningkatkan standar pengawasan, terutama dalam memastikan kemurnian BBM yang beredar di pasaran.

“Kami ingin memastikan bahwa BBM yang dijual di Kalimantan Selatan benar-benar sesuai dengan spesifikasinya. Tidak ada lagi Pertamax oplosan yang merugikan pengguna,” katanya.

Rahmad pun mengusulkan agar PT Pertamina Patra Niaga memperketat sistem pengawasan, khususnya saat kapal tanker melakukan bongkar muat di fasilitas penampungan di Banjarmasin. Ia menilai pentingnya uji laboratorium berkala terhadap sampel BBM untuk memastikan kualitasnya sesuai standar.

“Selain uji laboratorium, sebaiknya juga ada alat ukur yang akurat dan terkalibrasi dengan baik. Ini untuk memastikan BBM yang didistribusikan memang murni, bukan oplosan,” tuturnya.

Penggunaan BBM oplosan bukan sekadar merugikan negara, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat. Rahmad mencontohkan potensi kerusakan mesin kendaraan akibat penggunaan Pertamax palsu yang sejatinya berasal dari oplosan Pertalite.

“Bayangkan jika kendaraan yang seharusnya memakai Pertamax malah diisi BBM oplosan. Mesin pasti mengalami gangguan, dan itu merugikan konsumen,” katanya.

Untuk itu, FKPWK menegaskan pentingnya peningkatan pengawasan di tingkat distribusi oleh PT Pertamina Patra Niaga Cabang Banjarmasin. Langkah ini dinilai sebagai upaya memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa BBM yang mereka beli memang asli dan berkualitas.

“Kami berharap Pertamina Patra Niaga benar-benar memastikan bahwa BBM yang beredar di Kalimantan Selatan murni—baik Pertalite maupun Pertamax. Tidak ada lagi permainan mafia BBM,” pungkasnya.(Kbs)

Komentar Ditutup! Anda tidak dapat mengirimkan komentar pada artikel ini.